Sekolah Literasi Kelompok Bermain Melati “ from reader to leader “
“Kekuatan pohon terletak pada kualitas akarnya, kekuatan bangsa terletak pada kualitas generasi penerusnya dan kualitas generasi penerus ditentukan oleh semaian ilmu dan kasih sayang yang menghargai karakteristik tumbuh kembang individu yang beraneka ragam”, Septiyandari, 2010.
Sekolah literasi merupkan konsep lembaga pendidikan yang mengusung prinsip kebiasaan berpikir disertai dengan proses membaca kemudian menulis dan menghasilkan suatu karya. Sederhananya literasi itu sendiri adalah mengolah informasi secara secara cerdas. Budaya seperti ini belum sepenuhnya menjadi budaya Indonesia. Menyadari bahwa kebiasaan membaca memiliki dampak bagi peradaban masnusia, pemerintah terus mendorong dan mengimbau masyarakat untuk menanamkan kebiasaan membaca dikeluarganya. Diawali Program Gerakan Literasi Nasional, Gerakan Literasi Keluarga, Gerakan Literasi Bangsa dan Gerakan Literasi Masyarakat.Sementara itu KEMENDIBUD menerbitkan PP Menteri Pendidikan dan kebudayaan nomor 23 tahun 2015 tahun lalu tentang penumbuhan budi pekerti yang lantas diintegrasikan dengan Gerakan Indonesia Membaca yang sudah dicanangkan Kemendikbud.
Secara factual kebiasaan berpikir disertai proses membaca adalah kebiasaan yang tidak mudah untuk dirubah pada semua orang. Solusi strategis adalah pembiasaan membaca sejak dini. Literasi adalah modal social utama untuk merubah sebuah peradaban bangsa. Dari proses pemikiran inilah kelompok bermain melati mengusung konsep literasi untuk menjawab semua permasalahan yang terjadi. Hal ini tentunya tidaklah mudah. Proses trial and eror serta berbagai metode dan upaya dilakukan sejak tahun 2012, namun mulai memiliki metode terkonsep dan progress hasil terlihat pada tahun 2016, divariasikan dan dikembangkan lagi tahun 2017 dan masih akan diperbaiki kembali ditahun berikutnya seterusnya tiada lelah berhenti untuk mencoba. Sekolah literasi Kelompok Bermain Melati dalam proses pencapaiannya memiliki berbagai strategi untuk semua warga sekolahnya. Strategi untuk pendidiknya, untuk peserta didiknya juga untuk orangtuanya.
Strategi utama adalah untuk pendidiknya. Kenapa dimulai dari pendidik? Karena kami percaya bahwa anak belajar dari orang dewasa disekitanya, dan pendidik harus bekerja dengan ruh kasih sayangnya. Jika pendidik tidak memiliki kebiasaan gemar membaca, bagaiamana akan menularkan virus gemar membaca?.Untuk itu dimulai dari setiap hari sabtu kami melakukan kegiatan pengyaan. Kegiatan pengayaan bervariasi mulai dari mendatangkan ahli untuk menambah pengetahuan, workshop membuat APE dan lain sebagainya. Salah satu kegiatan pengayaan adalah bedah buku. Dimana setiap pendidik diminta untuk mempresentasikan buku yang sudah dibaca. Pendidik juga diwajibkan memiliki kartu anggota perpusda dan menjadi peminjam aktif. Untuk pendidik yang memiliki buah hati diwajibkan untuk membacakan buku cerita sebelum tidur. Semua hal tersebut dipantau dengan berbagai reward variatif dan support evaluasi yang melekat. Proses “me – literasikan “ pendidik adalah focus tersendiri untuk dilakukan, karena kami percaya bahwa mendidik anak adalah mendidik diri sendiri. Setelah program literasi pendidik mulai menampakkan hasil, maka program untuk anak mulai dilakukan.
Untuk anak didik tentunya kegiatan tidak sekedar membacakan buku cerita, variasi yang dilakukan juga mendongeng oleh guru, bermain peran dan sebagainya. Program unggulan yang dilakukan adalah setiap hari selama 15 menit membaca buku. Membaca buku ini tidak sekedar “perintah” membaca, banyak tips dan trik menarik yang berbeda setiap usia. Karena tujuan akhir dari sesi ini adalah membaca kegiatan yang menyenangkan, penuh suka cita menyambutnya. kegiatan pembukaan selalu dimulai dengan kegiatan membacaakan buku cerita. Kami memiliki berbagai SOP untuk menjalankan sesi literasi, dukungan audio seperti music instrument ketika literasi berlangsung salah satu konsep yang kami lakukan. Teknik stimulasi dan penyaapaan juga mengalami trial and eror, semuanya bermuara pada suka cita membaca. Karena dengan membaca maka nutrisi otak kita terpenuhi.
Selain sesi tersebut, setiap bulan sekali, peserta didik rutin mengunjungi perpusda sleman. Berkunjung dilakukan sehari dengan durasi mulai pukul 08.00 hingga 11.00, lebih tepatnya sekolah pindah ke perpusda. Tujuan kegiatan rutin ini adalah menjadikan perpustakaan sebagai alternative liburan para peserta didik. Melihat pemandangan buku yang tersusun dirak adalah sesuatu yang menyenangkan. Melihat tumpukan buku adalah sebuah asa tertantang yang menancap disetiap sanubari peserta didik. Itulah hal yang kami impikan dan berproses waktu terbentuk dan nyata hasilnya disuatu saat nanti. Selain itu, kebiasaan kado ulangtahun serta souvenir ulangtahun berbentuk buku adalah kampanye tiada henti. Menjual buku setiap bulan tiada henti kami lakukan. Setiap bulan ketika dilaksanakan kegiatan parenting, stand paling terlaris adalah stand buku. Sebuah kebanggaan bagi kami adalah ketika anak menangis hebat karena ingin membeli buku namun tidak dipenuhi oleh orangtuanya. Fenomena ini menarik untuk dipelajari, untuk sebuah buku seorang anak memiliki keingan kuat untuk memilikinya. Dan untuk suatu tangisan dahsyat dari anak, secara perlahan merubah perilaku orangtua bahwa pembelian buku adalah kebutuhan utama. Menarik..dan sangat menarik…
Untuk orangtua murid proses “ me- literasikan “ tiada henti kami lakukan. setiap sebulan sekali kami rutin melaksanakan parenting. Kegiatan parenting dikemas dengan berbagai variasi menarik, seperti doorprise berupa buku, games dan lain sebagainya. Komite sekolah dibentuk sebagai bagian dari kampanye literasi. Proses kader orangtua berwawasan literasi dimulai dari penguatan kepada komite sekolah. Hubungan komunikasi informal seperti group whatsapp menjadi wahana membangun keluarga literasi. Setiap malam kami menyengaja untuk menyapa salam literasi dengan memposting kegiatan membacakan buku cerita sebelum tidur. Kami lakukan untuk menyebar virus membacakan buku cerita setiap malam sebelum tidur. Sehingga proses komunikasi via medsos menjadi edukatif karena membaca buku menjadi topic utama. Pada akhirnya mengubah perilaku akan terjadi dengan strategi bertumbuh untuk terus dilakukan tiada henti. Literasi penting untuk menjadi bagian dari strategi bertumbuh bagi setiap lembaga pendidikan, namun yang lebih utama adalah bagaimana menginternalisaikan literasi kedalam setiap kelurga. Dari keluarga energy akan menjadi lebih besar, menyemai karakter positif.
Manfaat dari konsep sekolah literasi ini sangat besar bahkan diluar ekspetasi kami. Banyak keajaiban keajaiban yang kami dapatkan dan justru kami berproses bersama untuk menegakkan bendera sekolah literasi ini. Untuk atmosfer iklim kerja pendidik mengalami perubahan signifikan. Pola piker terus bertumbuh, inovasi pendidik dalam mengajar banyak bermunculan, ketrampilan problem solving meningkat dan pengetahuan sebagai bahan diskusi dalam diri pendidik bertambah. Pendidik yang dulunya tidak suka membaca secara bertahap mulai menyukai membaca. Ketika sesi literasi berlangsung, terdapat sebuah pemandangan dimana semua anak dan pendidikdikelas sedang melakukan kegiatan membaca dengan bukunya masing masing. Konflik antar peserta didik menurun signifikan adalah dampak besar yang kami namakan sebagai keajaiban. “bully” secara otomatis mereda, saling memukul, saling berebut mainan dapat dengan mudah diseleseikan. Kami menemukan sebuah makna bahwa tatkala literasi adalah sebuah kapsul nutrisi untuk asupan peserta didik kita, mereka akan berkembang menjadi anak yang santun, menghargai perbedaan, tenang, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berpengetahuan yang luas. Naluri sains menajdi meningkat dan anak bahagia disekolah. Kata bahagia juga menjadi temuan bagi perekmbangan sekolah literasi ini. Atmosfer bahagia terpancar dari setiap anak, dan hari libur adalah hari yang membosankan. Anak sekolah, anak bahagia. Adalah stament para orangtua yang kami temukan dan energy besar untuk senantiasa berinovasi.
D.engan orangtua muridpun mengalami banyak perubahan pemahaman tentang visi dan misi sekolah mulai berjalan pada titik temu yang sama. Perbedaan persepsi mulai hilang dan justru dukungan moral dan materiil terus bertambah karena merasakan dampak yang positif. Berbagai pengalaman ini menjadikan semangat kami untuk terus berupaya menjadikan konsep literasi sebagai ruh perjuangan kami sebagai bagaian dari warga Indonesia mendukung pemerintah dalam upaya membantu mencerdaskan bangsa.
Dan pada akhirnya modal fundamental untuk peradaban manusia pada abad ini adalah literasi.
Cita cita kami adalah menjadi manusia yang bermanfaat dengan segala yang kami miliki dari Sang Pencipta. Kami hanyala sekerumunan akar dari jiwa yang ingin bebas berkembang, jiwa yang tumbuh berkembang laksana bunga melati…. Sebuah akar sederhana saja tumbuh melati…. Sebagaimana bunga melati bewarna putih seputih kebeningan hati semua anak, sederhana namun memikat jiwa, dan tahukah anda? potensi anak memberikan aroma harum nan lembut, Bekerja dengan mereka adalah pekerjaan yang nyaman dan tenang. Belajar menjadi pendidik mulia yang berusaha sepenuh hati memberi semaian ilmu dan kasih sayang, membantu mereka tumbuh sebagai generasi berjiwa rendah hati….berkarakter …dan menebarkan manfaat untuk semua umat….Kami komunitas generasi perubahan dengan semangat cinta negeri berjuang bebaskan anak tumbuh berkembang. Menjadi generasi yang bermanfaat, mari bergabunglah bersama kami menuju perubahan peradaban manusia. Salam Literasi. (Septiyandari, 2017)